Kamis, 10 Mei 2012

pengertian hukum,sifat,azaz dan tujuan hukum


 Pengertian hukum
Sifat-sifat hukum
Azas-azas dan tujuan hukum
     Pengertian Hukum
1. Apakah sebenarnya hukum itu?


Prof. Mr. Dr. L.J. van Apeldoorn dalam bukunya "Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht" bahwa adalah tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut Hukum.
Definisi tentang Hukum, kata Prof. Mr. Dr. L.J. van Apeldoorn, adalah sangat sulit dibuat, karena tidak mungkin untuk mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan.
Kurang lebih 200 tahun yang lalu, Immanuel Kant pernah menulis sebagai berikut : "Noch suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht" (masih juga para sarjana hukum mencari cari suatu definisi tentang hukum)

2. Pendapat para sarjana tentang Hukum

Penulis-penulis Ilmu pengetahuan Hukum di Indonesia juga sependapat dengan Prof. Mr. Dr. L.J. van Apeldoorn, seperti Prof. Sudiman Kartodiprojo, SH. menulis sebagai berikut, " Jikalau kita menanyakan apakah yang dinamakan Hukum, maka kita akan menjumpai tidak adanya persamaan pendapat. Berbagai perumusan telah dikemukakan ".

Definisi Hukum oleh para ahli :

1) Aristoteles :
" Particular law is that which each community lays down and applies to its own member. Universal law is the law of nature "
(hukum tertentu bagi setiap komunitas berlaku untuk anggota itu sendiri. Hukum universal adalah hukum alam).

2) Grotius :
"Law is a rule of moral action obliging to that which is right"
(hukum adalah sebuah aturan moral yang akan membawa kepada hal yang benar)

3) Hobbes:
" Where as law, properly is the word of him, that by right had command over others "
( hukum adalah sebuah kata seseorang, yang dengan haknya telah memerintah pada yang lain).

4) Prof. Mr. Dr. C. van Vollenhoven:
" Recht is een verchijnsel in rusteloze wisselwerking van stuw en tegenstuw "


5) Phillip S. James, MA:
" Law is bod
y of rule for the guidance of human conduct which are imposed upon, and enforced among the member of given State "
(hukum adalah tubuh aturan untuk pedoman manusia yang mana dipaksakan padanya, dan dipaksakan terhadap ahli dari sebuah negara).


3.    Dan ini adalah terjemahan tentang definisi Hukum oreh para ahli :

a. Prof.Mr.E.M. Meyers dalam "De Algemene begrippen van het Burgerlijk Recht" :
"Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi Penguasa-Penguasa Negara dalam melakukan tugasnya"

b. Leon Duguit:
"Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu".
c. Immanuel Kant:
"Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan".

Sebab dari mengapa hukum itu sulit didefinisikan adalah karena hukum itu mempunyai segi dan bentuk yang sangat banyak sehingga tak mungkin tercakup keseluruhan segi dan bentuk hukum itu.

Dr.W.L.G. Lemaire dalam bukunya, "Het Recht in Indonesia" menyatakan :
"Banyaknya segi dan luasnya isi Hukum itu, tidak memungkinkan perumusan hukum dalam suatu definisi tentang apakah sebenarnya hukum itu".
Kita dapat mengetahui adanya Hukum, kalau kita melanggarnya. Hukum itu tidak dapat kita lihat namun hukum itu sangat penting. Hukum itu mengatur perhubungan antara anggota masyarakat dengan masyarakatnya. Artinya hukum itu mengatur hubungan antara manusia perseorangan dengan masyarakat.

Karena lapangan Hukum itu luas sekali, menyebabkan Hukum itu tidak dapat diadakan suatu definisi singkat yang meliputi segalanya.

Prof. Kusumadi Pudjosewojo, SH dalam buku beliau "Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia" menulis sebagai berikut :
"Selanjutnya hendaknya diperhatikan, bahwa untuk dapat mengerti sungguh-sungguh segala sesuatu tentang hukum dan mendapat pandangan yang selengkapnya, tidak dapat hanya mempelajari buah karangan satu atau dua orang tertentu saja. Setiap pengarang hanya mengemukakan segi-segi tertentu sebagaimana dilihat olehnya".

Prof. Mr Paul Scholten menyatakan bahwa :
"Hanyalah siapa yang berkali-kali belajar menimbang pendapat hukum yang satu terhadap pendapat hukum yang lainnya, dengan menginsafi bahwa dalam hukum kedua-duanya pendapat itu ada juga sesuatu yang dapat dibenarkan, hanya dialah yang menjadi Sarjana Hukum".

4.    Definisi Hukum sebagai Pegangan
1. Beberapa definisi hukum

Drs.E.Utrecht, SH dalam bukunya "Pengantar Dalam Hukum Indonesia" mencoba membuat suatu batasan sebagai pegangan bagi orang yang sedang mempelajari Hukum. Tapi, harus diingat bahwa ini hanya sebagai pegangan.

Utrecht memberikan batasan bahwa : "Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu".

Para sarjana lain yang mencoba memberikan definisi :

a. S.M. Amin, SH
Dalam buku "Bertamasya ke Alam Hukum" dirumuskan bahwa Hukum adalah :
"Kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terjaga".

b. J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, SH
Dalam bukunya "Pelajaran Hukum Indonesia" Ia merumuskan Hukum adalah :
"Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukum tertentu".

c. M.H. Tirtaamidjaja, S.H
Dalam bukunya "Pokok-pokok Hukum Perniagaan" Ia merumuskan Hukum adalah :
"Hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman
: mesti mengganti kerugian -- jika melanggar aturan-aturan itu - akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya".

5.    Unsur-unsur Hukum

Dari beberapa perumusan diatas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa Hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu :
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi
/yang berwajib
c. Peraturan itu bersifat memaksa
d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas

6.     Ciri-ciri Hukum

Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat mengenal ciri hukum yaitu :
a. Adanya perintah dan larangan
b. Perintah dan atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang.

Hukum meliputi berbagai peraturan yang menentukan dan mengatur perhubungan orang yang satu dengan yang lain, yakni peraturan peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan Kaedah Hukum.

Barangsiapa yang dengan sengaja melanggar sesuatu Kaedah Hukum akan dikenakan Sanksi (sebagai akibat pelanggaran Kaedah Hukum) yang bernama Hukuman.

Hukuman atau pidana itu bermacam-macam jenisnya, yang menurut pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ialah :

a. Pidana Pokok, yang terdiri dari :
1) Pidana mati
2) Pidana penjara :
>Seumur hidup
>Sementara (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya satu tahun) atau
>pidana penjara selama waktu tertentu
3) Pidana kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya satu tahun 4 bulan dalam hal terjadi pemberatan pidana, karena perbarengan, pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52 atau 52 a (Pasal 18 KUHP).
4) Pidana denda (sebagai pengganti hukuman kurungan)
5) Pidana tutupan

b. Pidana Tambahan, yang terdiri dari :
1) Pencabutan hak hak tertentu
2) Perampasan (penyitaan) barang barang tertentu
3) Pengumuman keputusan hakim
·         Sifat-sifat Hukum

Agar tata-tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara, maka kaedah-kaedah hukum itu ditaati. Supaya sesuatu peraturan hidup kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan ditaati sehingga menjadi Kaedah Hukum, maka peraturan hidup kemasyarakatan itu harus diperlengkapi dengan unsur memaksa.

Hukum itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh menaatinya.

·      Azas-azas dan Tujuan Hukum
o  Azas-azas :
a)   Peraturan-peraturan hukum yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat untuk patuh dan menaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam tiap perhubungan dalam masyarakat.
b)   Setiap hubungan kemasyarakatan tak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat.
c)   Setiap pelanggar peraturan hukum yang ada, akan dikenakan sanksi yang berupa hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukannya.
d)   Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas asas keadilan masyarakat tersebut.
e)   Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan (asas asas keadilan) dari masyarakat itu.

o   Tujuan hukum berdasarkan pendapat dari para ahli  :

1. Prof. Subekti, SH
Dalam buku "Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan"  beliau menyatakan bahwa :
1.1     Hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
1.2     Hukum, melayani tujuan Negara tersebut dengan menyelenggarakan "keadilan" dan "ketertiban", syarat pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan.
1.3     Keadilan, menurutnya adalah berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, tetapi seorang manusia diberi kecakapan atau kemampuan untuk meraba atau merasakan keadaan yang dinamakan adil.
1.4     Hukum tidak saja harus mencarikan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, untuk mendapatkan "keadilan", tetapi hukum juga harus mendapatkan keseimbangan lagi antara tuntutan keadilan tersebut dengan tuntutan "ketertiban" atau "kepastian hukum".

2. Prof. Mr. Dr. L.J. van Apeldoorn
Dalam bukunya"Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht" menyatakan :

2.1 Tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup  manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.
2.2 Perdamaian di antara  manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap pihak yang merugikannya.
2.3 Adapun hukum mempertahankan perdamaian degan menimbang kepentingan yang bertentangan itu secara teliti dan mengadakan keseimbangan di antaranya, karena hukum hanya dapat mencapai tujuan, jika ia menuju peraturan yang adil; artinya peraturan pada mana terdapat keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi, pada setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya. Keadilan tidak dipandang sama arti dengan persamarataan. Keadilan bukan berarti bahwa tiap_orang_memperoleh_bagian_yang_sama.

3. Dalam "Rhetorica" Aristoteles membedakan dua macam keadilan yaitu :

3.1               Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya(pembagian menurut haknya masing-masing). Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya; bukan persamaan, melainkan kesebandingan. Contoh: keadilan seorang ibu kepada anak-anaknya, keadilan antara Doktor dengan buta huruf.
3.2               Keadilan komutatif  ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan. Ia memegang peranan dalam tukar menukar; pada pertukaran barang-barang dan jasa-jasa, dalam mana sebanyak mungkin harus terdapat persamaan antara yang dipertukarkan, contoh: hak untuk hidup,hak menyatakan pendapat, orang berhak memeluk agama yang diyakininya.
3.3               Perbedaannya adalah Keadilan komutatif  lebih menguasai hunbungan antara perseorangan khusus, sedangkan keadilan distributif terutama menguasai hubungan antara masyarakat (khususnya negara) dengan perseorangan khusus.

4.   Teori Etis

4.1  Ada teori yang bilang, bahwa "Hukuman itu semata-mata menghendaki keadilan".
4.2 Teori itu disebut teori etis, menurut teori ini, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang_adil_dan_apa_yang_tidak_adil.
4.3 van Apeldoorn :
4.3.1 Teori ini menurut van Apeldoorn "berat sebelah", karena melebih-lebihkan kadar keadilan hukum, sebab ia tak cukup memperhatikan keadaan sebenarnya.
4.3.2 Hukum menetapkan peraturan-peraturan umum yang menjadi petunjuk untuk orang-orang dalam pergaulan masyarakat. Jika hukum semata menghendaki keadilan, jadi semata mata mempunyai tujuan memberi tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya, maka ia tak dapat membentuk peraturan-peraturan umum.
4.3.3 Tertib hukum yang tak mempunyai peraturan hukum, tertulis atau tak tertulis, tak mungkin, kata van Apeldoorn. Tak adanya peraturan umum, berarti ketidaktentuan yang sunguh sungguh mengenai apa yang disebut adil atau tidak adil. Dan ketidaktentuan inilah yang selalu menyebabkan perselisihan antar anggota masyarakat, jadi menyebabkan keadaan yang tidak teratur.
4.3.4 Hukum harus menentukan peraturan umum, harus menyamaratakan. Tetapi keadilan melarang menyamaratakan : keadilan menuntut supaya setiap perkara harus ditimbang sendiri. Oleh karena itu, pembentuk undang-undang sebanyak mungkin memenuhi tuntutan tersebut dengan merumuskan peraturannya sedemikian rupa, sehingga hakim diberikan kelonggaran yang besar dalam melakukan peraturan tersebut atas hal hal yang khusus.

5.   Teori Utilitis
5.1       Geny
Dalam "Science et technique en droit prive positif" Geny berpendapat bahwa :
Hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. dan sebagai unsur daripada keadilan disebutkannya "kepentingan daya guna dan kemanfaatan"
5.2       Bentham

Dalam "Introduction to the morals and legislation" Ia berpendapat bahwa
Hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Dan karena yang berfaedah bagi satu kalangan, belum tentu berfaedah bagi kalangan lain, maka menurut teori utilitis, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang.
Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan_utama_daipada_hukum.
Pendapat Bentham dititikberatkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum, namun tidak memperhatikan unsur keadilan. Sebaliknya Mr. J.H.P Bellefroid dalam "Inleiding tot de Rechtwetenschap in
Nederland" mengatakan bahwa isi hukum harus ditentukan menurut dua azas, yaitu asas keadilan dan faedah).

6       Prof. Mr. J. van Kan

van Kan berpendapat bahwa " Terdapat kaedah agama, kaedah kesusilaan kesopanan, yang semuanya bersama-sama ikut berusaha dalam penyelenggaraan dan perlindungan kepentingan orang dalam masyarakat. Apakah itu cukup? Tidak!" Dan tidaknya karena dua sebab yaitu:
7      Komentar atas pendapat van Kan
7.1 Terdapat kepentingan yang tidak teratur baik oleh kaedah agama, kesusilaan maupun kesopanan, tetapi ternyata memerlukan perlindungan juga;
7.2 Juga kepentingan yang telah diatur oleh kaedah tersebut diatas, belum cukup terlindungi.
Oleh karena kedua sebab ini kepentingan orang dalam masyarakat tidak cukup terlindungi dan terjamin, maka perlindungan kepentingan itu diberikan kepada hukum.
7.3  van Kan mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga setiap kepentingan manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu. Jadi, Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adaya kepastian hukum dalam masyarakat,
7.4 Hukum juga menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, tidak mengadili dan menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran atas dirinya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls